Bila membandingkan tujuan antara hukum islam dan hukum pada umumnya, maka kita akan menemukan bahwa tujuan hukum islam lebih tinggi dan sifatnya lebih kekal abadi, artinya tujuan hukum islam itu tidak terbatas pada lapangan material saja yang sifatnya sementara, tidak pula kepada hal-hal yang sifatnya formil belaka, akan tetapi, lebih dari itu hukum islam memperhatikan berbagai faktor seperti faktor individu , faktor masyarakat dan faktor kemanusiaan dalam hubungannya satu sama lain demi terwujudya keselamatan di dunia dan kebahagiaan di hari kemudian.
Dalam lapangan ibadat ( sholat, puasa, zakat, dan naik haji) dimaksudkan :
1. Membersihkan jiwa manusia dan mempertemukan dirinya dengan Tuhan. Tujuan ini menyangkut kesehatan rohani.
2. Kesehatan jasmani.
3. Kebaikan individu dan masyarakat dalam berbagai seginya.
Dalam lapangan muamalat, tujuan-tujuan di atas juga juga tampak antara lain pada prinsip yang menyatakan :
1. Menolak bahaya didahulukan dari pada mendatangkan kebaikan
2. Kepentingan umum ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan golongan
Hukum islam secara substansial selalu menekankan perlunya menjaga kemaslahatan manusia. Hukum islam senantiasa memperhatikan kepentingan dan perkembangan kebutuhan manusia yang pluralistik. Secara praktis, kemaslahatan-kemaslahatan itu tertuju kepada tujuan-tujuan:
1. Memelihara kemaslahatan agama
2. Memelihara kemaslahatan jiwa
3. Memelihaa kemaslahatan akal
4. Memelihara kemaslahatan keturunan
5. Memelihara kemaslahatan harta benda.
Secara substansial, teori maqashid al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak mudharat. Inilah biasa yang disingkat dengan maslahat atau kemaslahatan. Karenanya, setiap perkembangna hukum islam senentiasa bermuara pada basis teori kemaslahatan itu.
Al-Tufi membangun teori maslahat atau kemaslahatan tersebut ke dengan empat prinsip utama, yaitu:
- Akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan, khususnya dalam lapangan muamalat dan adat. Dengan akal tanpa berdasar wahyu manusia dapat mengetahui kebaikan dan keburukan, namun ia membatasi kebebasan akal hanya dalam bidang muamalah dan adat istadat.
- Maslahat merupakan dalil Syar’i yang mandiri dan kehujjahannya tergantung pada akal semata.
- Maslahat hanya berlaku dalam lapangan muamalah dan adat kebiasaan. Bidang ibadat tidak dijangkau di dalamnya.
- Maslahat merupakan dalil kuat jika diperhadapkan atau bertentangan dengan ijma.
sumber :
M. Arfin Hamid,2011. Hukm Islam Perspektif Keindonesiaan ( sebuah pengantar dalam memahami realitasnya di Indonesia). Makassar: PT.Umitoha Ukhuwah Grafika.