Tuesday, September 22, 2015

Proses Pembuatan Hukum dan Pembentukan Hukum

proses pembuatan hukum
sumber gambar : pelatihanhukum.com

Dalam sistem hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945, proses pembuatan atau pembentukan hukum diuraikan sebagai berikut :

1.    Pembentukan hukum perundang-undangan


Dalam sistem hukum nasional Indonesia berdasarkan UUD 1945, hukum perundang-undangan meliputi Undang-Undang Dasar, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Mentri, dan seterusnya.
Undang-Undang dan TAP MPR ditetapkan oleh MPR, sedangkan UU dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara itu, Perpu dibuat oleh Presiden tetapi dalam waktu satu tahun sudah harus dimintakan persetujuan DPR. Jika disetujui, Perpu meningkat statusnya menjadi UU dan jika ditolak maka Perpu harus dicabut dan   tidak dapat diajukan lagi di DPR pada masa sidang berikutnya.

PP dibuat sendiri oleh pemerintah tanpa persetujuan DPR dan biasanya PP dibuat atas perintah UU untuk melaksanakan suatu UU. Karena itu, PP tidak bisa berdiri sendiri tanpa pendelegasian dari materi UU yang sudah lebih dahulu. Sedangkan Keputusan Presiden dibentuk sendiri oleh Presiden tanpa perlu dikaitkan dengan pendelegasian materi dari UU.

Di bawah Kepres ada Keputusan Mentri , Keputusan Kepala LPND, dan Keputusan Direktur Jendral yang semuanya bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan tugas menurut bidangnya masing-masing.

2.    Pembentukan hukum yurisprudensi


Yurisprudensi terbentuk atas dasar keputusan hakim yang telah mendapat kekuatan hukum tetap. Putusan hakim yang demikian dapat dijadikan sandaran bagi hakim berikutnya dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum sejenis di kemudian hari dengan mempertimbangkan fakta-fakta baru, baik karena perbedaan ruang dan waktu maupun karena perbedaan subjek hukum yang terlibat. Asas-asas dan prinsip hukum yang ditemukan dalam kasus-kasus yang diselesaikan dapat diambil menjadi dasar hukum untuk memutuskan perkara yang dihadapi.

3.    Pembentukan hukum adat


Hukum adat terbentuk melalui proses pelembagaan nilai-nilai dan proses pengulangan perilaku dalam kesadaran kolektif warga masyarakat menjadi norma yang dilengkapi dengan sistem sanksi. Secara sederhana, dapat digambarkan bahwa proses terbentuknya suatu norma hukum dimulai dengan adanya perbuatan individu yang berulang-ulang dan menjadi kebiasaan pribadi.

Perbuatan pribadi itu lama kelamaan diikuti orang lain secara berulang-ulang pula. Makin banyak orang yang terlibat dalam proses pengulangan dan peniruan itu, maka terbentuk suatu kebiasaan kolektif yang dinamakan adat-istiadat. Kriteria yang mudah untuk mengenali suatu kebiasaan kolektif itu, biasanya dikenakan sanksi sosial pula.

 

4.    Pembentukan hukum volunter


Hukum volunter dalam perkembangan praktek dalam masyarakat biasa tumbuh sendiri sesuai dinamika kehidupan bermasyarakat sebagaimana yang berkembang dalam lingkungan masyarakat seperti yang disebut di atas. Bedanya hanyalah bahwa sistem yang berkembang dalam praktek transaksi hukum di sini, terlibat berbagai logika hukum yang berasal dari banyak sumber luar kesadaran masyarakat itu sendiri.

5.    Pembentukan doktrin ilmu hukum


Pendapat hukum di kalangan ahli hukum dapat pula berkembang menjadi norma hukum tersendiri, terutama jika pendapat itu diikuti oleh orang lain. Proses terbentuknya kurang lebih sama juga dengan proses hukum adat ataupun proses hukum dalam praktek. Bedanya hanyalah terletak pada sumber awalnya. Hukum adat bermula dari perbuatan individu yang berkembang menjadi kesadaran kolektif dalam masyarakat yang bersangkutan. The professional’s law bermula dari pengalaman subjek hukum yang bersangkutan. Sedangkan doktrin ilmu hukum berawal dari suatu pendapat hukum dari seorang akademisi yang karena otoritasnya kemudian diikuti oleh orang lain menjadi pandangan banyak orang.   
Previous Post
Next Post