sumber gambar : dw.com |
Tata cara pendaftaran dan pencatatan putusan arbitrase internasional, sebagai salah satu syarat agar putusan arbitrase internasional tersebut dapat dilaksanakan di negara Indonesia diatur dalam Ketentuan Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang merupakan pembaharuan dan penyempurnaan dari ketentuan serupa yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional baru dapat dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan tersebut harus disertai dengan :
- Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
- Lembar asli atau salinan otentik putusan yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia.
- Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
Segera setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya. Pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut dapat dilakukan dengan melakukan sita eksekusi atas harta kekayaan serta barang milik pemohon eksekusi. Tata cara yang berhubungan penyitaan, maupun pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata.
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 merupakan penjabaran kembaloi dari ketentuan serupa yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 sebagai pelaksanaan dari Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 Tentang Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards; dengan penyempurnaan.
Ini berarti suatu kemajuan yuridis formil dari suatu aturan hukum dengan menaikkan hirarki dari peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 ini, maka diharapkan akan dapat lebih terjamin kepastian hukum bagi pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia.