Tuesday, November 3, 2015

Pengertian Pencegahan Perkawinan dan Ketentuan Hukum Pencegahan Perkawinan

Pencegahan perkawinan ialah hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada orang-orang tertentu untuk atas dasar-dasar tertentu menyatakan keberatan terhadap dilangsungkannya perkawinan antara orang-orang tertentu.

Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan. Perkawinan dapat dicegah apabila tidak memenuhi syarat materiil baik yang absolut dan salah seorang mempelai di bawah pengampuan maupun yang relatif.

Adapun pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan perkawinan adalah : para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai, pihak-pihak yang berkepentingan dan suami atau istri salah seorang calon mempelai kalau diantara mereka masih ada yang sedang terikat perkawinan ( Pasal 14 dan 15 UU No. 1 /1974 ).

Pasal 64 KUH Perdata yang masih berlaku karena tidak diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa bekas suami calon mempelai perempuan dapat mencegah perkawinan apabila perceraiannya belum melewati masa tunggunya. Dalam hal ini, masa tunggu harus disesuaikan dengan ketentuan dalam PP No. 9 Tahun 1975. Sedangkan Pasal 63 KUH Perdata menentukan bahwa jaksa dapat mencegah perkawinan yang melanggar asas monogami dan larangan-larangan dalam perkawinan.

Apabila terjadi pencegahan perkawinan, maka Pegawai Pencatat Perkawinan dilarang melangsungkan perkawinan itu sebelum ada putusan pengadilan yang mencabut pencegahan perkawinan atau penarikan kembali kepada pencegahan kepada pengadilan yang mencegah.

Pegawai pencatat perkawinan juga dilarang untuk melangsungkan perkawinan tersebut jika pegawai tersebut mengetahui adanya pelanggaran terhadap syarat-syarat perkawinan meskipun tidak ada permohonan pencegahan perkawinan.  

Bagi calon mempelai yang yang perkawinannya ditolak oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, berhak mengajukan permohonan perkawinan pada pengadilan dalam wilayah hukum Pegawai Pencatat Perkawinan. Setelah pengadilan memeriksa permohonan tersebut, pengadilan akan memberikan penetapan yang menguatkan penolakan atau memerintahkan supaya perkawinan dilangsungkan. Jika rintangan-rintangan untuk pencegahan perkawinan tersebut hilang, maka ketatapan tidak mempunyai kekuatan hukum dan perkawinan dapat dilangsungkan.

Menurut Pasal 70 ayat (2) KUH Perdata yang masih berlaku karena tidak diatur dalam UU No. 1/1974, dalam hal terdapat pencegahan perkawinan, tetapi dalam perkawinan itu tetap dilangungkan, maka perkawinan itu dapat dibatalkan (vernietigbaar).

Pengertian Pencegahan Perkawinan dan Ketentuan Hukum Pencegahan Perkawinan
Previous Post
Next Post