Saturday, January 23, 2016

Penjelasan Pengendalian Sosial dalam Kehidupan Masyarakat


Pengertian pengendalian sosial


Di dalam kehidupan masyarakat, keteraturan sosial hanya mungkin tercapai dan terpelihara apabila proses sosialisasi berhasil membentuk perilaku sosial yang terpola dan terencana. Dalam hal ini, sosialisasi membutuhkan jaminan bahwa berbagai gangguan dan penyimpangan sosial dapat diatasi bahkan sedapat mungkin dicegah. Untuk mewujudkan itu, masyarakat membutuhkan pengendalian sosial.

Berikut ini adalah beberapa pengertian pengendalian sosial menurut para ahli :

Pengertian pengendalian sosial menurut Bruce J. Cohen, pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas tertentu.

Definisi pengendalian sosial menurut Peter berger, mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah cara yang dipergunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang menyimpang.

Joseph S. Roucek, menyatakan bahwa pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak dimana individu dibujuk, diajarkan, dan dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.



Ciri-ciri pengendalian sosial


Pengendalian sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Pengendalian sosial dilakukan secara timbal balik meskipun tidak disadarai oleh kedua belah pihak.
  2. Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lain, atau oleh suatu kelompok terhadap individu.
  3. Pengendalian sosial sebagai suatu cara, metode, atau teknik tertentu yang dipergunakan masyarakat untuk mengatasi ataupun mencegah terjadinya pengendalian sosial.
  4. Pengendalian sosial dipergunakan untuk mewujudkan keselarasan antara stabilitas dan perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam suatu masyarakat.


Tujuan pengendalian sosial


Tujuan pengendalian sosial adalah sebagai berikut :
  1. Agar pelaku penyimpangan dapat kembali mematuhi norma-norma yang berlaku.
  2. Agar dapat terwujud keserasian dan ketentraman dalam masyarakat.
  3. Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang berlaku baik dengan kesadaran diri maupun paksaan.

Sedangkan tujuan pengendalian sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Tujuan regulatif, karena dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat.
  2. Tujuan eksploratif, karena dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara tidak langsung maupun tidak.
  3. Tujuan kreatif atau konstruktif, karena diarahkan kepada perubahan sosial yang dianggap bermanfaat.


Fungsi pengendalian sosial


Pengendalian sosial merupakan bentuk upaya yang dilakukan masyarakat untuk menjaga keteraturan sosial. Adapun tujuan pengendalian sosial antara lain sebagai berikut :
  1. Menciptakan sistem hukum.
  2. Mengembangkan rasa malu.
  3. Mengembangkan rasa takut.
  4. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
  5. Mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma sosial.

Macam-macam teknik dan cara pengendalian sosial


Jika ditinjau dari aspek pelaksanaannya, teknik/cara pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  1. Cara pervasi (pervation) yaitu dilakukan dengan menyampaikan nilai/norma secara berulang-ulang atau terus menerus dengan harapan nilai/norma tersebut melekat dalam jiwa seseorang sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang diharapkan.
  2. Cara kompulsi (compulsion) yaitu dengan menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap atau perilaku negatif. Misalnya jika ada siswa yang enggan memakai dasi, maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi akan ditegur dan dijelaskan pentingnya berdasi.
  3. Cara coercive atau cara kekerasan/ paksaan yang dilakukan dengan kekerasan jika cara persuasif tidak berhasil.
  4. Cara persuasif/ tanpa kekerasan yang lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar berperilaku sesuai norma yang ada.

Jika ditinjau dari aspek jumlah cakupan yang terlibat, teknik/ cara pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.    Pengawasan dari individu terhadap individu lainnya.
2.    Pengawasan dari individu terhadap kelompok.
3.    Pengawasan dari kelompok terhadap individu.
4.    Pengawasan dari kelompok terhadap kelompok.


Sifat-sifat pengendalian sosial


Menurut sifatnya, pengendalian sosial terbagi atas hal sebagai berikut :
  1. Pengendalian sosial preventif, yaitu usaha yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, bertujuan mencegah terjadinya pelanggaran.
  2. Pengendalian sosial represif, yaitu usaha yang dilakukan setelah suatu pelanggaran terjadi, ditujukan untuk memulihkan keadaan kepada situasi seperti sebelum terjadinya pelanggaran.
  3. Pengendalian sosial gabungan antara preventif dan represif.


Bentuk-bentuk pengendalian sosial


Dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai bentuk pengendalian sosial dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran nilai dan norma (adat istiadat) yang berlaku. Adapun pengendalian sosial yang ada di tengah kehidupan masyarakat dapat berupa hal berikut ini :
1.    Agama
2.    Teguran
3.    Pendidikan
4.    Kekerasan fisik
5.    Hukuman/ sanksi
6.    Desas desus
7.    Pengucilan
8.    Intimidasi, antara lain dengan menekan, mengancam dan menakut-nakuti.
9.    Fraudalens, yakni meminta bantuan kepada pihak lain yang dianggap dapat mengatasi masalah.

Meskipun di dalam masyarakat terdapat sistem pengendalian sosial, namun tetap saja terjadi penyimpangan sosial. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1.    Terjadi konflik di dalam masyarakat karena perbedaan kepentingan
2.    Tidak mungkin mengatur semua kepentingan warga secara merata
3.    Ada kaidah-kaidah/ nilai-nilai yang tidak memuaskan bagi pihak-pihak tertentu
4.    Kadang-kadang terjadi bahwa sistem pengendalian sosial tidak dapat diterapkan seterusnya


Terjadinya penyimpangan sosial di tengah kehidupan masyarakat merupakan indikator (petunjuk) mengenai hal berikut :
1.    Derajat kesatuan masyarakat melemah.
2.    Ketaatan masyarakat terhadap sistem norma menurun.
3.    Terjadi kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan birokrasi.
4.    Sistem norma yang ada kurang lengkap atau ketinggalan zaman.
5.    Diperlukan lembaga penyaluran bagi kegiatan warga masyarakat yang lebih banyak.
6.    Ada sistem norma yang kurang jelas perumusannya sehingga timbul penafsiran yang bermacam-macam.


Bruce J. Cohen berpendapat bahwa faktor terjadinya penyimpangan sosial adalah sebagai berikut :
1.    Tidak adanya norma yang bersifat mutlak.
2.    Adanya perubahan norma dari waktu ke waktu.
3.    Adanya individu yang kurang yakin akan kebenaran/ kebaikan norma.
4.    Adanya individu-individu yang kurang memahami/ mandalami norma yang berlaku.
5.    Terjadinya konflik peran dalam diri individu karena menjalankan berbagai peran sosial yang berbeda.


Jenis-jenis lembaga pengendalian sosial

jenis-jenis lembaga pengendalian sosial

Lembaga pengendalian sosial berperan sebagai pedoman dalam menciptakan pengendalian sosial. Adapun jenis-jenis lembaga pengedalian sosial meliputi hal-hal berikut :


1.    Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pengendalian sosial primer yang merupakan tempat pertama membentengi anggota keluarga/ anggota masyarakat untuk tidak melakukan penyimpangan sosial.


2.    Pengadilan

Pengadilan menangani, menyelesaikan, dan mengadili dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap perselisihan atau tindakan yang melanggar aturan dan undang-undang yang berlaku.


3.    Kepolisian

Kepolisian bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum dan mengambil tindakan terhadap orang-orang yang melanggar aturan dan undang-undang yang berlaku. Kepolisian, pengadilan, adat, dan tokoh masyarakat termasuk lembaga pengendalian sosial sekunder.


4.    Adat

Adat istiadat berisi nilai-nilai, norma-norma, dan kaidah-kaidah sosial yang dipahami, diakui, dan dijalankan dan dipelihara secara terus menerus. Denagn demikian istilah adat-istiadat sama artinya dengan sistem nilai budaya. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, Van Vollehoven menempatkan hukum adat memiliki kekuatan hukum yang mengikat di samping hukum kolonial Belanda. Hal ini yang mendorong van Vollehoven dikukuhkan sebagai Bapak Hukum Adat Indonesia.


5.    Tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat adalah warga masyarakat yang memiliki kemampuan, pengetahuan, perilaku, usia ataupun kedudukan yang oleh anggota masyarakat lainnya dianggap sebagai tokoh atau pemimpin masyarakat. Jika terjadi penyimpangan atau perselisihan antar warga dapat diselesaikan oleh tokoh masyarakat tersebut. 
Previous Post
Next Post