Menurut Moeljanto (1993:63), yang merupakan unsur atau elemen perbuatan pidana adalah :
a.Kelakuan dan akibat
b.Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c.Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d.Unsur melawan hukum yang obyektif
e. Unsur melawan hukum yang subyektif
Beberapa Ahli hukum pidana di Indonesia membagi unsur-unsur tindak pidana menjadi dua macam unsur, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.
Unsur yang bersifat obyektif adalah semua unsur yang berasal dari luar keadaan batin manusia/si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana. Sementara itu, unsur yang bersifat subyektif adalah semua unsur yang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya atau yang berasal dari dalam diri si pelaku.
Menurut P.A.F Lamintang, unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana adalah:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud pada Pasal 53 ayat 1 KUHPidana
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan lain-lain
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHPidana
5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHPidana.
Unsur-unsur objektif dari tindak pidana itu adalah:
1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid
2. Kualitas dari pelaku, misalnya “keadaan sebagai pegawai negri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHPidana atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris suatu perseroan terbatas” didalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHPidana.
3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu KUHPidana , dapat diketahui adanya sebelas unsur tindak pidana (Adam Chazawi,2011:82), yaitu:
a.Unsur tingkah laku
b.Unsur melawan hukum
c.Unsur kesalahan
d.Unsur akibat konstitutif
e.Unsur keadaaan yang menyertai
f.Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
g.Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
h.Unsur syarat tambahan untukdapatnya dipidana
i.Unsur objek hukum tindak pidana
j.Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
k.Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana
Unsur tingkah laku merupakan unsur mutlak dalam tindak pidana, yang terdiri atas tingkah laku aktif atau positif (bandelen) atau disebut juga perbuatan materiil (materieel feit) dan tingkah laku pasif atau negatif (nalaten). Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tigkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerakan atau gerakan-gerakan tubuh atau bagian tubuh. Sedangkan tingkah laku pasif berupa tingkah laku membiarkan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan.
Unsur sifat melawan hukum merupakan suatu sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, dimana sifat tercela tersebut dapat bersumber dari undang-undang maupun masyarakat. Dari sudut undang-undang, suatu perbuatan tidak mempunyai sifat melawan hukumsebelum perbuatan itu diberi sifat terlarang dengan memuatnya sebagai dilarang dalam peraturan perundang-undangan, yang artinya sifat terlarang itu disebabkan atau bersumber pada dimuatnya dalam peraturan perundang-undangan.
Unsur kesalahan adalah unsur mengenai keadaaan atau sikap batin seseorang sebelum atau pada saat memulai perbuatan. Oleh karena itu, unsur ini bersifat subjektif. Kesalahan dalam hukum pidana terdiri atas kesengajaan ( dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Sebagaimana diketahui, bahwa kesalahan (schuld) dalam hukum pidana dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
1.Dolus atau opzet atau kesengajaan
Menurut Memorie van Toelicting (selanjutnya di singkat MvT) (Rusli Effendy, 1989:80), dolus atau sengaja berarti menghendaki mengetahui (willens en wettens) yang berarti si pembuat harus menghendaki apa yang dilakukannya dan harus mengetahui apa yang dilakukannya. Tingkatan sengaja dibedakan atas tiga tingkatan yaitu :
a.Sengaja sebagai niat : dalam arti ini akibat delik adalah motif utama untuk suatu perbuatan, yang seandainya tujuan itu tidak ada maka perbuatan tidak akan dilakukan.
b.Sengaja kesadaran akan kepastian : dalam hal ini ada kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu.
c.Sengaja insyaf akan kemungkinan : dalam hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu.
2.Culpa atau kealpaan atau ketidaksengajaan
Menurut Memorie van Toelicting atas risalah penjelasan undang-undang culpa itu terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa itu baru ada kalau orang dalam hal kurang hati-hati, alpa dan kurang teliti atau kurang mengambil tindakan pencegahan. Yurisprudensi menginterpretasikan culpa sebagai kurang mengambil tindakan pencegahan atau kurang hati-hati. Lebih lanjut (Rusli Effendy, 1989:26) menerangkan bahwa kealpaan (culpa) dibedakan atas :
a.Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah toh timbul juga akibat tersebut.
b.Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.
Unsur akibat konstitutif terdapat pada:
1.Tindak pidana materiil (materieel delicten) atau tindak pidana dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana
2.Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat pemberat pidana
3.Tindak pidana dimana akibat merupakan syarat dipidananya pembuat
Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan menyertai ini dalam kenyataan rumusan tindak pidana dapat berupa sebagai berikut:
1.Unsur keadaan menyertai mengenai cara melakukan sesuatu
2.Unsur cara untuk dapat dilakukannya perbuatan
3.Unsur keadaan menyertai mengenai objek tindak pidana
4.Unsur keadaan menyertai mengenai subjek tindak pidana
5.Keadaan yang menyertai mengenai tempat dilakukannya tindak pidana
6.Keadaan yang menyertai mengenai waktu dilakukannya tindak pidana
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut pidana jika ada pengaduan dari yang berhak mengadu. Untuk dapatnya dituntut pidana pada tindak pidana aduan, diperlukan syarat adanya pengaduan dari yang berhak. Syarat pengaduan bagi tindak pidana aduan inilah yang dimaksud dengan unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan bukan unsur syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materiil. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana bukan merupakan unsur pokok tindak pidana ynag bersangkutan, artinyatindak pidana tersebut dapat terjadi tanpa adanya unsur ini.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan. Artinya, bila setelah dilakukannya perbuatan keadaan ini tidak timbul, maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum dan karenanya si pembuat tidak dapat dipidana.
Unsur objek hukum tindak pidana pada dasarnya adalahunsur kepentingan hukum (rechtsbelang) yang harus dilindungi dan dipertahankanoleh rumusan tindak pidana. Unsur objek hukum seringkali diletakkan dibelakang/sesudah unsur perbuatan, misalnya unsur menghilangkan nyawa orang lainpada pembunuhan.
Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana adalah unsur kepada siapa rumusan tindak pidana itu ditujukan tersebut. Unsur ini selalu merupakanunsur tindak pidana yang bersifat objektif.
Unsur syarat tambahan memperingan pidana bukan merupakan unsur yang pokok yang membentuk tindak pidana, sama dengan unsur syarat tambahan lainnya. Ada dua macam unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana, yaitu unsur syarat tambahan yang bersifat objektif dan unsur syarat tambahan yang bersifat subjektif.