Friday, September 25, 2015

Asas-Asas dan Prinsip Dasar Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan


Pada sat ini, kita memiliki hukum nasional yang merupakan unifikasi dalam bidang hukum perkawinan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan aturan pelaksanaannya PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-Undnag Perkawinan tersebut, maka semua peraturan hukum yang mengatur tentang perkawinan sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjadi tidak berlaku lagi.

Demikian juga hukum perkawinan yang diatur dalam Buku I KUH Perdata. Hukum perkawinan tersebut tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974. Sebaliknya masih berlaku jika belum diatur dan memang ditunjuk masih berlaku oleh UU No.1 / 1974.
Sebelum mengetahui asas-asas dan prinsip dasar dalam Undang-Undang Perkawinan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan.
Menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Hukum Islam, Perkawinan adalah suatu perjanjian antara mempelai laki-laki dengan wali dari mempelai perempuan, dimana terjadi suatu ijab, dilakukan oleh wali dari calon istri dengan wali dari calon suami dan disertai dengan sekurang-kurangnya dua orang saksi.
Sedangkan sahnya perkawinan bagi penduduk Indonesia yang beragama Kristen adalah jika dilakukan di depan Pegawai Catatan Sipil atau Pendeta agama Kristen yang ditentukan oleh kedua mempelai atau apabila ada alasan penting menunjuk seorang kuasa menghadap di muka Pegawai Catatan Sipil.
Berikut ini adalah asas-asas atau prinsip-prinsip dasar perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan :
  1. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri membantu saling melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
  2. Dalam undang-undang perkawinan dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya masi ng-masing dan kepercayaannya itu, disamping itu tiap-tiap perkwinan harus dicatat menurut  peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Undang-undang perkawinan menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Perkawinan lebih dari satu orang hanya bisa dilakukan jika memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
  4. Undang-undang perkwinan mengatur prinsip bahwa calon suami-istri harus telah matang jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik  tanpa berakhir pada perceraian dan memperoleh keturunan yang baik dan sehat.
  5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang kekal, bahagia dan sejahtera, maka undang-undang ini mengandung asas untuk mempersulit perceraian. Untuk melakukan perceraian harus ada dasar-dasar tertentu serta dilakukan di depan sidang Pengadilan.
  6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dpat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-istri.
Undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan menganut asas monogami tetapi tidak mutlak. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 3 sampai 5 sebagai berikut : pada asasnya dalam perkawinan seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang (berpoligami) apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan poligami dengan alasan-alasan :
1.    Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
2.    Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3.    Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Selain alasan tersebut, poligami harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.    Adanya perjanjian ( persetujuan ) dari istri / istri-istri
2.    Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup suami istri dan anak-anak mereka
3.    Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka
Asas-Asas dan Prinsip Dasar Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan
sumber gambar : fadilazexstrife.wordpress.com

Previous Post
Next Post