Harta Kekayaan dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata
Ada perbedaan besar mengenai harta kekayaan dalam perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974 dengan KUH Perdata. Menurut UU Perkawinan, ada dua macam harta kekayaan dalam perkawinan, yaitu :
- Harta benda bersama, adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan
- Harta bawaan, adalah harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan.
Penguasaan dan pengurusan harta benda bersama, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Sedang terhadap harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Dalam KUH Perdata, harta kekayaan dalam perkawinan ditentukan sebagai berikut :
Pasal 119 KUH Perdata menyatakan bahwa sejak saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri. Jadi hukum perkawinan dalam KUH Perdata menganut asas persatuan/percampuran harta kekayaan atau asas harta kekayaan bersama. Akan tetapi berdasarkan suatu perjanjian perkawinan yang harus dibuat dengan akta notaris sebelum dilangsungkan perkawinan perkwinan maka suami istri dapat menempuh penyimpangannya. Harta kekayaan bersama terdiri dari :
- Aktiva, yang meliputi modal, laba/keuntungan serta bunga dari barang bergerak dan tidak bergerak, yang diperoleh suami istri itu sebelum maupun selama perkawinannya. Juga termasuk yang mereka peroleh sebagai hadiah dari pihak ketiga, keculai bilamana ada larangan hadiah atau hibah terseut dimasukkan dalam persatuan harta kekayaan.
- Pasiva, yang meliputi hutang-hutang suami istri yang dibuat sebelum maupun selama masa perkawinannya.
Pasal 124 KUH Perdata menyatakan bahwa pengurusan atas persatuan harta kekayaan itu ada di tangan suami. Pengurusan ini meliputi hak untuk menjual, memindahtangankan dan membebani tanpa campur tangan istrinya. Dengan kekuasaan suami yang demikian ini, maka kedudukan istri sangat lemah.
Oleh karena itu, undang-undang memberikan beberapa upaya untuk memperkuat kedudukan istri, yakni :
1. Wewenang untuk meminta pemisahan harta dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan ( Pasal 186 KUH Perdata ).
2. Wewenang untuk meminta agar suaminya diletakkan di bawah pengampuan ( curatele ) dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan ( Pasal 434 ayat 3 KUH Perdata )
3. Wewenang untuk meminta pelepasan atau persatuan harta kekayaan ( Pasal 132 KUH Perdata )
Pembubaran persatuan harta kekayaan : Pasal 126 KUH Perdata mengatur tentang pembubaran persatuan harta kekayaan dengan mengemukakan 5 buah alasan , yaitu :
Pembubaran persatuan harta kekayaan : Pasal 126 KUH Perdata mengatur tentang pembubaran persatuan harta kekayaan dengan mengemukakan 5 buah alasan , yaitu :
- Karena kematian
- Karena berlangsungnya perkawinan atas izin hakim
- Karena perceraian
- Karena perpisahan meja dan tempat tidur
- Karena perpisahan harta benda, meskipun perkawinan masih utuh
Apabila perkawinan dibubarkan, maka diadakan pembagian harta kekayaan bersama. Dengan demikian hak pengurusan suami terhadap harta ersebut dihentikan sejak bubarnya perkawinan.
Dalam hal kematian suami atau istri, pihak yang masih hidup harus mengadakan inventarisasi dari harta kekayaan bersama selama 3 bulan setelah kematian itu ( Pasal 127 KUH Perdata ). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepentingan anak-anaknya, terutama anak yang masih di bawah umur.
Apabila hal ini dabaikan, maka harta kekayaan bersama itu dianggap tetap ada, akan tetapi hanya diakui jikalau menguntungkan para ahli waris yang belum dewasa.
Menurut Pasal 128 KUH Perdata, setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri atau antara para ahli waris mereka masing-masing dengan tidak memperdulikan soal dari pihak manakah barang-barang tersebut diperolehnya. Setelah bubarnya persatuan, suami boleh ditagih karena utang-utang persatuan seluruhnya, tetapi suami berhak menuntut kembali setengah bagian dari utang-utang itu kepada istri, atau kepada ahli warisnya ( Pasal 130 KUH Perdata ).
sumber gambar : irnarachmawati.wordpress.com |
Demikianlah ketentuan mengenai harta kekayaan dalam perkwinan yang ditentukan dalam undang-undang perkawinan dan KUH Perdata. Semoga bermanfaat.