sumber gambar : nursanmuhammadsiri.blogspot.com |
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris. Beberapa pengecualian, seperti hak seorang bapak untuk menyanglal sahnya seorang anak dan hak seorang anak untuk menuntut supaya dinyatakkan sebagai anak sah dari bapak atau ibunya ( kedua hak itu adalah laangan dalam hukum kekeluargaan, dinyatakan oleh undang-undang diwarisi oleh ahli warisnya.
Pasal 830 menyebutkan, “ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”.
Jadi, harta peninggalan baru terbuka jika si pewaris telah meninggal dunia saat ahli waris masih hidup ketika harta warisan terbuka. Dlam hal ini ada ketentuan khusus pada Pasal 2 KUHPerdata, yaitu anak dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak mengkhendakinya. Mati sewaktu dilahirkan dianggap tidak pernah ada.
Jelasnya, seorang anak yang lahir saat ayahnya telah meninggal, berhak mendapat warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 836, “ dengan mengingat akan ketentuan dalam Pasal 2 Kitab ini, supaya dapat bertindak sebagai waris, seseorang harus telah ada pada saat warisan jatuh meluang.
Dalam undang-undang terdapat dua cara untuk mendapat suatu warisan, yaitu sebagai berikut:
1. Secara ab intestato ( ahli waris menurut undang-undang ) dalam pasal 832.
Menurut ketentuan undang-undang ini, yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama.
Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empat golongan yang masing-masing merupakan ahli waris golongan pertama, kedua, ketiga, dan golongan keempat.
2. Secara testamentair ( ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat/testamen ) dalam Pasal 899. Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat/testamen.
Sifat hukum waris perdata barat (BW) , yaitu menganut :
- Sistem pribadi, ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris
- Sistem bilateral, mewaris dari pihak ibu maupun bapak
3. Sistem perderajatan, ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.
Sumber:
Efendi Perangin,1997. Hukum Waris. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.