sumber gambar : ekbis.sindonews.com |
Pada kesempatan ini akan dibagikan mengenai dasar hukum rahasia bank, pengecualian rahasia bank, dan sanksi pelanggaran terhadap rahasia bank.
Dasar Hukum Rahasia Bank
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, dalam Pasal 40, 41 A, 42, 42 A, 44 A, 47, 47 A, dan 48 telah mengatur menegani rahasia bank.
Pasal 40 ayat (1) menyebutkan bahwa “ bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dalam penjelasan atas Pasal 40 dinyatakan “ keterangan mengenai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank”. Bahkan disebutkan bahwa apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.
Memang harus diakui bahwa identitas nasabah bank merupakan masalah hukum yang pernah menjadi perdebatan. Ketika meletus kredit macet Golden Key Group atau Edy Tansil yang diberikan oleh PT. Bank Pembangunan Indonesia, telah timbil berbagai pendapat di kalangan masyarakat , yakni mengenai apakah rahasia bank itu juga berlaku bagi keadaan keuangan nasabah debitur, lebih-lebih lagi nasabah debitur yang telah macet kreditnya.
Pendapat paling keras pernah dikemukakan oleh Kwik Kian Gie , yang mengemukakan bahwa rahasia bank hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dana, tidak berlaku bagi nasabah debitur. Kwik Kian Gie secara tegas telah menentang bunyi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992. Apa yang dikemukakan Kwik Kian Gie memang cukup beralasan, karena lembaga para penegak hukum dan lembaga pengawawsan perbankan yang ada belum cukup mampu untuk melaksanakan tugasnya, adanya unsur kesengajaan ketidakhati-hatian pihak bank dalam memberikan kredit kepada debitur, serta dijumpainya praktik kejahatan ekonomi di bidang perbankan.
Pengecualian Rahasia Bank
Sebagaimana diketahui bahwa di satu pihak kepentingan masyarakat mengkhendaki supaya kewajiban rahasia bank dipegang teguh oleh perbankan, namun agar kepentingan masyarakat lainnya tidak tersisihkan, dalam hal-hal tertentu beberapa kewajiban rahasia bank itu dapat dikecualikan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengecualian terhadap rahasia bank, yakni sebagai berikut:
- Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Mentri Keuangan ( Pasal 41 ).
- Untuk meyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 41 A ).
- Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada jaksa, polisi, atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 42 ).
- Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izim Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 42 ).
- Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia ( Pasal 44 ).
- Atas persetujuan, permintaan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia.
Hal yang paling penting untuk diingat bahwa adanya pengecualian-pengecualian terhadap rahasia bank jika ada persetujuan dari nasabah.Undang-Undang Perbankan tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa rahasia bank tidak berlaku bila ada persetujuan nasabah kepada bank untuk mengungkapkannya.
Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank
Secara eksplisit, ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank.
Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank.
Kedua, tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau pihak terafiliasi lainnya, yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasakan oleh bank. Tindak pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2).
Adapun bunyi Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau piha terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 40, diancam dengan hukuman pidana penjara sekurang-kurangnya dua tahun dan paling lama empat tahun serta denda sekurang kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupian ) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 ( dua ratus miliar rupiah )
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja mmeberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya dua tahun dan paling lama empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 ( empat miliar rupiah ) dan paling banyak Rp. 800.000.000.000,00 ( delapan ratus miliar rupiah )
Sumber :
Adrian Sutedi,2008. Hukum Perbankan. Jakarta : Sinar Grafika.
Adrian Sutedi,2008. Hukum Perbankan. Jakarta : Sinar Grafika.