Karakteristik Hukum Romawi
Evolusi hukum Romawi terbagi atas tiga periode. Pertama adalah periode dini yang berlangsung sejak pertengahan Abad II SM. Periode ini disebut juga periode kuno yang memiliki tatanan masyarakat yang bertumpu pada solidaritas “gentes” yang berkembang. Pada periode dini hukum Romawi, semua masalah yang muncul diputuskan berdasarkan hukum kebiasaan yang berlaku, selanjutnya apabila tidak ditemukan, masalah itu diselesaikan berdasarkan kesepakatan para pemuka adat.
Kedua adalah periode klasik yang berlangsung antara tahun 150 SM – 248 M. Periode ini ditandai dengan tatanan hukum masyarakat yang individualis yang diajukan oleh para yuris ke dalam suatu ilmu pengetahuan hukum rasional yang berkaitan antara satu dengan lainnya. seiring dengan evolusi hukum Romawi , sistem peradilan zaman Romawi memiliki lembaga peradilan yang terorganisir dengan perangkat undang-undang dan peraturan-peraturan serta program-program yang dilaksanakan oleh para hakim. Selanjutnya seorang hakim dalam menetapkan keputusan selalu berdasarkan pada alat bukti, sanksi-sanksi, dan sumpah.
Ketiga, periode terlambat, berlangsung sejak era dominat yang tumbuh dari krisis yang dialami oleh kekaisaran Romawi pada abad III baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun agama. Periode ini ditandai dengan pemerintahan absolutisme kekaisaran, dimana undang-undang kekaisaran merupakan sumber hukum terpenting. Disamping itu, terdapat juga pengaruh sangat besar dari umat Kristen.
Berikut ini adalah sumber-sumber hukum Romawi:
- Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di tengah keluarga.
- Undang-undang dua belas prasasti. Undang-undang ini dibuat atas permintaan kaum plebeyer, yang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan kota, kemudian diinterpretasi oleh ilmuwan tertinggi. Sekalipun demikian, undang-undang ini bukanlah kitab undang-undang yang sebenarnya, melainkan berupa pencatatan kebiasaan formula pendek tapi sarat dengan nilai.
- Undang-undang kerajaan yang menurut tradisi dibuat oleh raja sebagai pontfex maximus ( ulama tertinggi ) dalam berbagai hal seperti keagamaan, ritual-ritual persembahan serta aturan-aturan privat lainnya, kemudian berlanjut menjadi sumber hukum meliputi leges, konsul-konsul sebnat dan terutama constitusion kekaisaran.
- Edikta-edikta para magistrat yang memiliki ruang lingkup secara umum.
- Ajaran hukum atau tulisan-tulisan para para yuriskonsul atau jurisprudence adalah seluruh keputusan hakim terdahulu.
Secara garis besar, ada lima sumber utama sebagai spesifikasi pembentukan undang-undang Romawi.
Pertama, pada masa republik, sumber utama dan uncak dari Qanun Romawi adalah aspirasi masyarakat dalam dua lapisan yang kemudian disahkan oleh senat yang dinamakan senatus popilusque Romauns.
Kedua, apa yang dilegalkan oleh senat di atas masih kemungkinan besar mendapat amandemen dari lembaga legislatif yang dibentuk oleh pemerintah.
Ketiga, kebijakan-kebijakan dari gubernur yang diberi tugas dalam memimpin satu wilayah yang kemudian dikukuhkan menjadi satu undang-undang.
Keempat, semua undang-undang yang dibentuk oleh para gubernur dihimpun dalam satu undang-undang yang kemudian pada abad ke II dijadikan satu patokan undang-undang.
Kelima, para ilmuwan yang profesional diberi hak untuk menetapkan hukum sebagai respons dari permasalahan yang dihadapi, undang-undang ini dinamakan responsa prodentium.
Karakteristik Hukum Islam
Secara etimologi, kata “hukum” berasal dari bahasa Arab yaitu “hukm” yang artinya adalah memisahkan atau memutuskan. Pengertian ini bermakna bahwa hukum adalah aturan atau norma yang menjadi pedoman yang digunakan untuk memutuskan dan menilai perbuatan manusia secara legal formal. Dengan demikian, segala macam ketentuan yang mengatur untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dapat disebut sebagai hukum, baik bersifat mengikat dan memaksa maupun tidak, tertulis ataupun tidak, ditetapkan oleh badan negara ataupun tidak, diurus atau diselesaikan oleh negara ataupun tidak.
Sekalipun perkataan “hukum Islam “ tida ditemukan dalam literatur Arab, namun telah menjadi bahasa Indonesia dan umum digunakan. Ada beberapa istilah lain yang sering dikaitkan dengan hukum Islam, yaitu fiqih, syariah, dan al din.
Pengertian fiqih secara singkat adalah hasil upaya manusia menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbuatan manusia berdasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun syari’ah bermakna segala sesuatu yang disyariatkan Allah untuk hamba-Nya berupaa agama dengan melaksanakan perintah-Nya.
Syari’ah juga dapat berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum taklif yang sifatnya aplikatif, terformulasi dalam bentuk perintah dan larangan. Dengan kata lain, syariah mencakup ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya baik berupa perintah ataupun larangan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Baca juga : Pengertian Fiqih dan Syari’ah Menurut Para Ahli
Keterkaitan antara fiqih dan syari’ah sangat kuat dan telah mejadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan eksistensinya. Fiqih tidak lain adalah pemahaman mujtahid tentang syari’ah, dan syari’ah sendiri adalah objek atau bahkan landasan fiqih sehingga dalam kenyataannya kedua istilah tersebut seringkali terwakili dalam satu istilah, yaitu hukum Islam.
Ada empat dimensi mutlak yang ada dalam hukum Islam, yaitu: pertama “hukm” itu sendiri; kedua, hakim yaitu Allah dan Rasul-Nya; ketiga, mahkum fih yaitu perbuatan mukallaf ( manusia ); dan keempat mahkum ‘alayh yaitu manusia.
Sedangkan dalam sistem hukumnya, ada lima hal yang dijadikan dasar dalam menilai perbuatan manusia dalam seluruh aktifitas kehidupannya. Kelima hal itu disebut dengan ahkam al khamsah atau biasa juga disebut ahkam taklif yang terdiri atas ; wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh.
Eksistensi hukum Islam dapat diketahui dengan beberapa spesifikasinya, antara lain:
- Hukum Islam mencakup di dalamnya syari’ah ( Al-Qur’an dan Sunnah ) dan fiqih (ijtihad manusia) yang merupakan komponen penting dalam agama Islam.
- Hukum Islam tidak dapat dipisahkan dengan akidah dan akhlak.
- Hukum Islam menyentuh seluruh aktifitas manusia baik ibadah maupun muammalah.
Demikianlah penjelasan mengenai karakteritik hukum Islam dan karakteristik hukum Romawi. Semoga bermanfaat.
Sumber:
Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa vol. 16 Nomor 3 , September 2008
Sumber:
Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa vol. 16 Nomor 3 , September 2008