Persamaan hukum Islam dengan hukum Romawi
Ada beberapa poin penting yang menjadi titik persamaan antara hukum Romawi dengan hukum Islam antara lain ijma ( consensus ) yang berarti kesepakatan, mufti ( preator ), berarti orang yang memberi fatwa atau penasehat hukum, qadhi ( jundex ) yang berarti hakim dan fiqh (prudential) berarti pemahaman.
Selain persamaan hukum Islam dan hukum Romawi di atas, terdapat persamaan hukum tentang pajak, terutama yang diterapkan Umar Bin Khatab di Irak. Demikian pula persamaan seoranga anak yang sah mengikuti hukum ayahnya dan seorang anak yang di luar perkawinan yang sah mengikuti hukum ibunya.
Tentang harta yang diwaqafkan, hukum Romawi juga melegalkan penyalurannya kepada lembaga-lembaga keagamaan, kemasyarakatan ataupun lembaga swasta sebagai sarana untuk kebutuhan dan kepentingan orang banyak. Nampaknya apa yang ditentukan oleh undang-undang Romawi mirip dengan perwaqafan yang diterapakan dalam hukum Islam dari segi tujuan. Namun, yang paling esensial adalah bahwa dalam hukum Islam apabila harta telah diwaqafkan maka hak milik sepenuhnya hanyalah Tuhan dan karena itu tidak dapat ditarik kembali.
Perbedaan antara hukum Islam dengan hukum Romawi
Berikut ini adalah penjelasan mengenai perbedaan hukum Islam dan hukum Romawi:
Ada dua sistem keluarga yang dianut hukum Romawi:
Pertama, hubungan keluarga dengan bangsawan, model ini mengakibatkan putusnya hubungan istri dengan keluarganya dan istri tersebut menjadi anak/putri dari keluarga suami.
Kedua, hubungan keluarga bukan dengan bangsawan, konsekuensinya istri tetap melanjutkan hubungan famili dengan keluarganya seperti biasa, namun si suami tidak memiliki hak untuk menguasai istrinya.
Dalam hukum Islam, kedua hal di atas tidak dikenal. Perempuan yang telah bersuami maupun laki-laki yang telah beristri tanpa melihat status sosialnya tidak terputus hubungan dengan keluarganya.
Dalam hal mahar ( mas kawin ), merupakan suatu kewajiban bagi laki-laki untuk memberi kepada wanita dalam hukum Islam. Sedangkan dalam hukum Romawi perempuanlah yang harus membayar mahar.
Hukum Islam melegalkan poligami, sementara hukum Romawi tidak memperbolehkan poligami.
Mengenai talaq ( perceraian ), hukum Romawi terpengaruh oleh ajaran Kristen khususnya pada masa pemerintahan Jestiniah yang tidak membuka peluang perceraian kecuali dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh pemerintah, bagi yang melakukan perceraian tanpa hal-hal yang telah ditentukan, pemerintah akan memberikan hukuman.
Dalam menentukan keturunan, sebagaimana dalam fiqih Islam bahwa keturunan itu diperoleh dari hasil pernikahan yang sah, dan pernikahan yang sah diperoleh dari akad yang sah. Demikian pula tidak diperbolehkan mengambil anak yang statusnya dianggap sebagai anak sendiri sehingga tidak memiliki hak dalam kewarisan. Sedangkan hukum Romawi menentukan keturunan dapat diperoleh dari hubungan/perkawinan yang dianggap sah, hasil hubungan badan yang tidak halal dan mengangkat anak untuk dijadikan sebagai anak kandung sendiri. Status anak tersebut tidak ada bedanya dalam pewarisan menurut hukum Romawi.
Hukum Romawi tidak membedakan bagian warisan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Apabila seorang ayah meninggal namun anaknya lebih dulu meninggal maka harta warisan tersebut jatuh kepada cucu-cucunya atau saudara-saudaranya jika tidak ada maka harat tersebut jatuh kepada budaknya. Bagi seseorang yang memiliki harta, maka orang tersebut mempunyai hak untuk memberikannya kepada siapa saja yang ia kehendaki. Seseorang dapat meninggalkan wasiat berapapun jumlah harta warisannya tanpa memberikan kepada ahli warisnya. Dalam hukum Islam, memberikan warisan kepada seorang ahli waris dalam surat wasiat tidak dibenarkan sedangkan dalam hukum Romawi dibolehkan dan dilembagakan.
Hukum Romawi menyebar ke seluruh dunia berawal dari Universitas Bologna di Italia kemudian disebarkan melalui imperialisme di daerah-daerah jajahan bangsa-bangsa Eropa. Sedangkan hukum Islam disebarkan melalui perdagangan.
Dalam syariah Islam ada maqasid ( tujuan ) yang ingin dicapai bersama yakni menjaga kemaslahatan agama, jiwa, akal pikiran, keturunan/keluarga dan harta yang biasa dinyatakan dengan istilah dharuriyat yakni hal yang mesti dijaga oleh manusia. Sementara tujuan dari fiqih Islam adalah menjaga kemaslahatan pribadi tanpa mengorbankan kemaslahatan umum dan mengakui sepenuhnya hak-hak pribadi di tengah hak umum bahkan hak umum terkadang didahulukan dari hak pribadi. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai hukum Romawia adalah menjaga kebebasan manusia di bawah kemaslahatan dengan mempertahankan stabilitas masyarakat.
Demikianlah penjelasan mengenai persamaan dan perbedaan antara hukum Romawi dengan hukum Islam. Semoga bermanfaat.
Sumber:
Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Vol. 16 Nomor 3, September 2008