Pengertian Undang-Undang Dalam Arti Materil dan Formal
Pengertian undang-undang dapat dibedakan ke dalam dua pengertian yaitu undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal. Undang-undang dalam arti material adalah “setiap keputusan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa yang berwenang yang isinya mengikat secara umum” atau “keputusan atau ketetapan pemerintah atau penguasa yang berwenang yang memuat ketentuan-ketentuan umum” atau “ peraturan-peraturan umum yang dibuat oleh penguasa yang berwenang”.
Menurut Paul Laband, undang-undang dalam arti material adalah penetapan kaidah hukum yang tegas sehingga hukum itu menurut sifatnya dapat mengikat.
Pengertian undang-undang dalam arti material menurut Buys adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk suatu daerah.
Pengertian Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan pemerintah atau penguasa yang berwenang yang karena prosedur terjadinya atau pembentukannya dan bentuknya dinamakan “undang-undang”.
Pengertian Undang-undang dalam arti formal ialah keputusan pemerintah yang memperoleh nama undang-undang karena bentuk, dalam mana ia timbul.
Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan yang merupakan “undang-undang” karena cara terjadinya.
Menurut N.E Algra, et al. (1991:28), undang-undang dalam arti formal adalah undang-undang resmi atau undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang formal. Karena pembuat undang-undang formal di negara Belanda adalah raja dan DPR, maka pengertian undang-undang dalam arti formal menurut Algra adalah tiap keputusan yang terjadi dengan jalan kerja sama antara perintah ( firman raja ) dengan DPR.
Berdasarkan Konstitusi negara Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ( UUD NRI 1945 ), yang membuat undang-undang dalah DPR bersama dengan presiden sebagaimana ditentukan pada Pasal 20 UUD NRI 1945. Oleh karena itu, undang-undang dalam arti formal menurut UUD NRI 1945 adalah setiap keputusan atau peraturan yang dibuat dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Berikut ini adalah cara membedakan antara undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal:
Pertama, undang-undang dalam arti formal namanya pasti “undang-undang” dan isinya tidak mengikat secara umum atau secara luas atau tidak mengikat semua penduduk.
Kedua, undang-undang dalam arti material belum tentu bernama “undang-undang” atau peraturan pemerintan atau keputusan Presiden, atau peraturan Presiden atau Peraturan Daerah. “isi” atau materinya harus mengikat secara umum atau luas , atau berlakunya undang-undang mengikat semua penduduk dalam suatu wilayah.
Apabila ada undang-undang dalam arti formal (bernama undang-undang) tetapi isinya mengikat secara umum semua penduduk dalam satu wilayah atau daerah, maka undang-undang ini disebut undang-undang dalam arti material , misalnya KUHP, KUHAP, UUPA, BW, dan WvK.
Sebagian besar undang-undang yang berlaku di Indonesia merupakan undang-undang dalam arti material karena isinya mengatur atau mengikat secara umum penduduk dalam suatu daerah atau wilayah.
Peraturan Daerah , meskipun bentuk dan namanya bukan undang-undang, tetapi karena isinya mengikat langsung penduduk secara umum, maka disebut undang-undang dalam arti material. Sebaliknya Undang-Undang Naturalisasi atau Kewarganegaraan, serta Undang-Undang APBN bentuk fisik dan namanya adalah undang-undang, tetapi karena isinya tidak mengatur atau mengikat secara umum semua penduduk, maka kedua undang-undang ini disebut undang-undang dalam arti formal bukan undang-undang dalam arti material.
Syarat-Syarat Berlakunya Undang-Undang
1. Undang-undang terdiri atas beberapa bagian, yaitu :- Judul
- Pembukaan memuat ( frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; Jabatan Pembentuk undang-undang;Konsideran; Dasar Hukum; dan Diktum ). Konsideran diawali dengan kata-kata “menimbang” ( berisi pokok-pokok pikiran latar belakang dengan alasan pembuatan Peraturan Perundang-Undangan ); dasar Hukum diawali dengan kata “Mengingat” ( berisi dasar hukum kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan dan sebagainya ); selanjutnya “Diktum” terdiri atas ( kata Memutuskan, Menetapkan dan nama Peraturan Perundang-Undangan );
- Batang Tubuh memuat ( Ketentuan Umum, materi pokok yang diatur, ketentuan pidana jika perlu, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup )
- Penutup
- Penjelasan pasal-pasal
- Lampiran ( jika perlu )
3. Undang-undang diberi nomor urut serta tahun dikeluarkannya. Nomor urutnya tiap tahun dimulai dari nomor satu.
4. Agar setiap orang mengetahuinya, peraturan perundang-undangan harus diundangkan atau diumumkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara( Pasal 82 UU No. 12 Tahun 2011 ). Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara dilakukan oleh mentri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan ( Mentri Hukum dan HAM ), dan yang menandatangani Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Presiden ( Pasal 85 UU No. 12 Tahun 2011 Jo. Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 )
5. Dengan diundangkannya Undang-undang dalam lembaran negara berarti mengikat semua orang untuk mengakui eksistensinya, sehingga berlakulah asas fictie dalam hukum, artinya bahwa” setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang” sehingga undang-undang tersebut tidak boleh digugat dengan bukti yang melawannya.
6. Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan ( Pasal 87 UU No. 12 Tahun 2011 ).
Lembaran Negara adalah suatu lembaran ( kertas ) tempat mengundangkan ( mengumumkan ) semua peraturan perundang-undangan negara dan peraturan-peraturan pemerintah agar berlakunya mempunyai kekuatan mengikat.
Asas-Asas Perundang-Undangan
Di dalam ilmu hukum, dikenal beberapa asas hukum tentang berlakunya undang-undang, yaitu:
1. Undang-undang tidak berlaku surut
Asas ini dikenal juga dengan nama asas legalitas, dimana undang-undang yang berlaku dan mengikat pada masa yang akan datang tidak mempunyai kekuatan berlaku surut atau dengan istilah lain dikenal dengan non retro active. Baca juga : Sejarah Asas Legalitas
2. Asas lex superior derogat legi inferiori, yaitu undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi . apabila ada dua undang-undang yang mengatur objek yang sama, maka undang-undang yang derajatnya lebih tinggi didahulukan pemberlakuannya.
3. Asas lex posteriori derogat legi priori, yaitu undang-undang yang baru mengenyampingkan pemberlakuaan undang-undang yang lama jika mengatur objek yang sama.
4. Asas lex specialist derogat legi generali, yaitu undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang yang yang bersifat umum.
Ruang lingkup berlakunya suatu undang-undang ditentukan oleh 4 asas, yaitu:
a. Asas teritorial , yaitu undang-undang berlaku dalam wilayah negara tanpa membedakan kewarganegaraan
b. Asas personal, yaitu undang-undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terbatas dalam wilayah negara saja
c. Asas nasionaliteit passif, yaitu undang-undang berlaku bagi setiap orang di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan dan keamanan nasional terhadap kejahatan tertentu.
d. Asas universal, yaitu undang-undang berlaku bagi setiap orang di luar wilayah negara untuk melindungi kepentingan dan keamanan dunia terhadap kejahatan tertentu
Berlaku dan Berakhirnya Suatu Undang-Undang
Berlaku suatu undang-undang didasarkan atas hal-hal berikut:
- Ditentukan pada tanggal ditetapkan atau diundangkan.
- Jika tidak ditentukan tanggalnya, maka undang-undang itu berlaku pada hari ke-20 sesudah hari diundangkan.
- Ditentukan pada tanggal tertentu, misalnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang nanti berlaku pada tanggal 1 Januari 1990, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang UULAJ yang berlaku setahun kemudian, tetapi ditunda setahun lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1993.
- Ditentukan kemudian oleh peraturan lain.
- Ditentukan berlaku surut. Misalnya, Perpu No. 2 Tahun 2002 memberlakukan surut Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terhadap peristiwa peledakan bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002.
- Ditentukan sendiri dalam undang-undang itu.
- Dicabut secara tegas oleh pembuat undang-undang atau hakim.
- Dinyatakan tidak berlaku oleh hakim dengan alasan bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
- Undang-undang yang lama bertentangan dengan undang-undang yang baru.
- Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang , sehingga undang-undang itu tidak ditaati oleh masyarakat.
- Bertentangan dengan yurisprudensi tetap.
- Suatu keadaan yang diatur oleh undang-undang sudah tidak ada lagi. Misalnya undang-undang darurat perang atau keadaan bahaya melarang penduduk keluar malam. Setelah perang berakhir, maka maka keluar malam tidak dilarang meskipun undang-undang tersebut belum dicabut.
Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
Adapun tata urutan perundang-undangan Indonesia berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III /MPR/2000 ( Pasal 2 ) sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut:1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perpu )
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Untuk lebih jelasnya, baca:
Bentuk-Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Dan Hirarki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia